Toleransi dan Kedamaian Abadi


Toleransi dan Kedamaian Abadi
Penulis : Susanto Al- Yamin

ISLAM adalah agama kedamaian dan pembawa rahmat bagi sekalian alam (QS al-Anbiya/21: 107). Islam mengajarkan sikap toleransi (tasamuh)kepada pemeluknya. Berbicara mengenai toleransi dalam beragama, Islam memberikan batas-batas dalam menghormati penganut agama lain termasuk perayaan Natal yang dirayakan umat kristiani setiap 25 Desember.

Menurut ajaran Kristen, 25 Desember merupakan hari bersejarah dan suci yang harus dirayakan dengan melaksanakan ritual keagamaan. Perayaan Natal merupakan bagian dari kepercayaan umat Kristen yang harus dihormati dan dihargai sesuai dengan un-dang-undang dan ajaran agama demi terciptanya kerukunan umat beragama. Adapun batas toleransi dalam bidang ibadah adalah dengan menghargai dan memberikan kebebasan kepada penganut agama lain yang melaksanakan ritual keagamaan. Namun Islam tidak membenarkan seorang muslim ikut meraya-kan atau mengikuti ritual agama lain, terma-suk Natal. Sebab dalam Islam, setiap umatnya harus menjalankan ajaran agama masing-masing tanpa mencampurbaurkan dengan ajaran agama lain (QS al-Kafirun: 1-6 dan al-Baqarah: 42).

Sementara dalam bidang muamalah, umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan (QS al-Hujarat: 13; Luk-man: 15 dan al-Mumtahanah: 8). Berdasarkan dalil-dalil naqlidi atas, seorang muslim tidak dibenarkan untuk mengikuti atau mer-ayakan Natal bersama umat Kristen ken-datipun dengan alasan toleransi. Toleransi atau tasamuhterhadap kepercayaan agama lain hanyalah sebatas tidak mengganggu aga-ma lain yang sedang beribadah. Lantas, apakan Islam membolehkan umatnya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen? Untuk menjawab pertanyaan ini, terlebih dahulu penulis ingin mengemukakan beberapa pendapat ulama beserta hujjah-nya.

Pertama,dibolehkan mengucapkan selamat Natal kapada umat Kristen sebagai wujud toleransi dalam beragama. Pendapat ini dipelopori oleh kaum liberal dan sekuler. Mereka berpendapat bahwa, Alquran telah melegitimasi bahkan memerintahkan umat-nya untuk mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Isa As yang mereka samakan dengan Yesus dalam agama Kristen. Perintah mengucapkan selamat atas kelahiran Isa terse-but termaktub dalam surat Maryam ayat 33-34 yang artinya: “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa), pada hari Aku di-lahirkan, pada hari Aku meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali. Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantah-an tentang kebenarannya.”

Berdasarkan ayat di atas, Islam memerin-tahkan umatnya mengucapkan selamat atas kelahiran Nabi Isa As. Tetapi persoalannya adalah, apakah sama Isa As yang diyakini umat Islam sebagai seorang Nabi dengan Isa atau Yesus yang diyakini oleh umat Kristen sebagai Anak Tuhan? Jawabannya tentu saja tidak sama, sebab Islam meyakini bahwa Tu-han itu tidak beranak dan tidak pula diper-anakkan (QS al-Ikhlas). Dengan demikian, pendapat pertama ini secara otomatis berten-tangan dengan ajaran Islam dan tidak dapat diterima.

Kedua,dibolehkan mengucapkan selamat Natal dengan catatan tidak ditujukan atas kelahiran Yesus anak Tuhan menurut umat Kristen, akan tetapi ditujukan atas kelahiran Nabi Isa As menurut ajaran Islam. Pendapat ini dikemukakan oleh M Quraish Shihab dalam rajutan karyanya Membumikan Al-Quran halaman 372. lebih lanjut beliau menyebutkan, dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Alquran memperkenalkan satu bentuk redaksi, di mana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan Alquran adalah ayat-ayat dalam QS 34: 24-25.

Alasan yang dikemukakan oleh M Quraish Shihab di atas dapat diterima dan tidak men-yalahi ketentuan syarak. Secara umum, pendapat ini dapat dijadikan alasan untuk mengucapkan selamat Natal bagi umat Kristen sebagai wujud toleransi beragama. Namun, ketika dika-ji lebih lanjut, persoalan yang muncul adalah benarkah Nabi Isa As dilahirkan pada 25 Desember? Jawabannya boleh jadi benar boleh jadi salah, sebab dalam Islam tidak ada dalil shahih yang menyebutkan tanggal kelahiran Nabi Isa As. Oleh karena itu, pendapat kedua ini menjadi syubhat(samar-samar/tidak jelas) dan harus dihindarkan.

Sementara pendapat ketiga mengatakan, seorang muslim tidak boleh mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen. Pendapat ini dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Menurut golongan ini, mengucapkan selamat Natal adalah bagian dari ibadah dan keyakinan. Hal ini dapat dianalogikan (diqiyaskan) dengan tidak bolehnya mengucapkan salam kepada non muslim yang telah dilarang oleh Rasulullah dalam haditsnya. Mengucapkan selamat Natal bukanlah satu-satunya cara untuk menghargai dan menghormati umat Kristen. Sebab substansi dari sifat toleransi dalam beragama adalah tidak mengejek dan mengganggu ketenangan agama lain yang sedang menjalankan ritual agamanya masing-masing.

Sementara dalam bidang muamalah atau hubungan sosial Islam memperkenan penga-nutnya untuk melakukan kerja sama seluas-luasnya, seperti kerja sama dalam bidang ekonomi dan pemerintahan. Dengan demiki-an, kerukunan umat beragama akan terjalin dengan baik tanpa ada pihak yang merasa dirugikan sehingga terciptalah kedamaian abadi. Dalam Islam, praktik toleransi atau tasamuhterhadap non-muslim memiliki akar historis dalam sejarah perjalanan Islam. Baik pada zaman Nabi, sahabat, tabiin, mau-pun ulama-ulama mutaakhirin. Rasulullah SAW dikenal sebagai orang yang paling toleran terhadap non muslim.

Beberapa kisah di atas sengaja penulis kemukakan untuk menunjukkan nuansa harmoni hubungan Islam dan Kristiani di zaman Nabi dan Sahabat. Sikap saling menghargai dan toleransi sesama telah begitu mudah diteladankan Nabi beserta sahabatnya. Mudah-mudahan pada perayaan Natal tahun ini, umat Islam dapat memahami dan menerapkan sikap tasamuh (toleransi) dengan baik dan benar. Sehingga tidak ada lagi pengeboman gereja atau kerusuhan dalam perayaan Natal serta tidak pula perayaan Natal bersama oleh umat Islam dan Kristen. Karena itu semua telah menodai makna toleransi dalam beragama. Semoga.***

Artikel ini bisa anda download dalam format PDF dan word, silakan klik tombol download dibawah :






0 komentar:

Post a Comment