Showing posts with label Griven H. Putera. Show all posts
Showing posts with label Griven H. Putera. Show all posts
Oleh : Griven H. Putera*
*Penulis adalah  Praktisi MTQ, mulai peserta, pelatih dan majelis hakim.


       Beberapa hari lampau, tiga jung, kapal layar kecil melaju di tiup angin tengah hari yang panas berdentang. Di atas jembatan pelabuhan, bunyi gendang lentung-lentang ditabuh anak-anak memakai kopiah dan baju teluk belanga menyambut perahu boat yang merapat di pangkal tepian. Spanduk dan baliho Selamat Datang Peserta MTQ berkibar di atas jembatan dan di sepanjang jalan. Kuala Kampar hingar-bingar. Pulau Mendul riuh gemuruh.  Dan pada malamnya, ratusan kanak-kanak berlari ke tengah lapangan, menari joget Jung Katel. Irama Melayu dan lantunan ayat Alquran saling tingkah meningkah. Semua hadirin terpukau, terpaku dalam diam. Terkagum dalam geram. 

        Esok dan esoknya lagi, saban malam kursi di depan astaka utama tak pernah kosong. Tuan mursyid duduk di bangku terdepan hingga tengah malam menikmati dendangan kalam Ilahi yang dilantunkan qari dan qariah. Selama mengaji, tak tampak silang aur muda-mudi ke sana kemari. Di kedai, tepi jalan dan di pelabuhan,  senyum selalu terkembang menghiasi bibir orangtua, dara dan bujang baik dari puak Melayu, Bugis, Banjar, Bugis, Jawa maupun Tionghoa di pulau ini. Mereka menyemai keramahan, budi bahasa halus lagi lembut kepada para tetamu.

        Saya, Tuan Alex, Ustad Sudur, H Kasbi, Syekh Zulkarnain, Bujang Wahirdi dan sejumlah majelis hakim menikmati tugas masing-masing penuh hikmat sambil sesekali menghirup air nyiur segar yang baru dipetik dari batang.  Di sini, walau panitia tak menyediakan kendaraan khusus bagi hakim penilai tapi itu tiada mengapa, karena masyarakat yang berlalu-lalang tak keberatan mengantarkan mereka ke tempat tugas masing-masing. Banyak cabang yang dilombakan di sini. Di antaranya yang paling unik adalah M2IQ dan MKQ.   

        M2IQ (Musabaqah Menulis Ilmiah Alquran) merupakan salah-satu cabang yang diperlombakan dalam ajang musabaqah sekali ini. Lomba ini dihajatkan mencari bibit penulis muslim yang jadi dai di media cetak.  Nilai Alquran, Hadits dan hikmah Islam dapat diangkut melalui tulisan nan indah, penuh nilai, punya makna dan ilmiah ke tengah pembaca, karena dakwah melalui kalam ini dipandang amat mangkus dan efektif bagi masyarakat Indonesia saat ini. Dengan menggunakan mesin tik, para peserta lomba beradu tangkas menuangkan ide dan gagasan bernas. Tak boleh menyalin makalah, tak dibenarkan membuka internet, haram menjiplak dan sejumlah pantang-larang lainnya. Setelah dilombakan selama sembilan jam, makalah tersebut dipresentasikan di depan para penilai oleh enam orang terbaik putra dan putri pada beberapa hari berikutnya. Lomba M2IQ ini sangat menarik, hanya saja, ke depan pelaksanaannya lebih elok dan sanggam bila soal atau judul lomba disajikan panitia saat lomba berlangsung karena kalau diberikan jauh-jauh hari sebelum lomba, bisa saja peserta menghapal makalah yang mungkin telah ditulis oleh orang lain. Selain itu, lomba ini hendaknya juga dilaksanakan di perpustakaan yang kira-kira menyiapkan referensi dari judul yang diajukan. Juga, oleh karena sekarang sudah zaman teknologi digital, lomba ke depan sudah saatnya tidak menggunakan mesin tik tapi komputer atau laptop, dan panitia wajib memeriksa dan mengawasi secara ketat setiap peserta yang membawa handphone, modem ataupun flashdisk.  

        MKQ (Musabaqah Khat Alquran). Secara ringkas dan sederhana, lomba ini menguji kemampuan peserta dalam menulis dan melukis indah huruf Alquran (Kaligrafi Alquran).  Lomba dibagi dalam tiga kategori, yaitu bidang Naskah, bidang Hiasan Mushaf dan bidang Dekorasi bagi putra dan putri.  

           Sampai saat ini, metode penilaian bidang ini mulai dari tingkat kabupaten sampai nasional masih dalam perdebatan. Selama ini, sistem penilaian masih sistem diskusi.  Semua penilai memusyawarahkan terlebih dahulu mana yang paling bagus dalam ketepatan kaidah penulisan dan paduan warna yang disajikan peserta.  Setelah semua penilai setuju barulah diberikan nilai dalam bentuk angka. Sistem penilaian ini bersifat terbuka. Kelebihan sistem ini hanya satu, para penilai agak sulit berlaku curang karena dinilai bersama dulu baru dipindahkan ke blanko penilaian. Sementara kelemahannya cukup banyak.  Bagi kemajuan lomba MKQ di tingkat provinsi dan kabupaten ke depan, hemat saya sistem penilaian ini mutlak harus diubah.

          Ada beberapa kelemahan cara ini; pertama, jika hakim penilai tidak memahami kaedah penulisan huruf Arab yang indah dan benar serta tidak memiliki rasa seni lukis tinggi dalam bentuk garis dan warna (nilai estetik grafis), ia cukup diam dan menunggu keputusan dari tim penilai lainnya.  Penilai yang tak profesional tersebut tak perlu repot-repot memeriksa setiap karya. Karena pada akhirnya ia akan tahu juga dari penilai yang lain karya siapa yang terbaik. Akibatnya, di MTQ tingkat Provinsi Riau, majelis hakim di bidang ini amat banyak peminatnya karena tidak perlu ilmu tertentu (profesional), tidak perlu berhati-hati, lagi pula risiko selisih angka penilaian antar hakim penilai relatif kecil karena pemenang ditentukan secara bersama lebih dahulu.  Kedua, dalam musyawarah ini, biasanya yang paling senior dan paling sudah terkenal akan lebih besar pengaruhnya untuk memenangkan peserta.  Biasanya, walaupun benar tapi karena junior, maka kebenaran yang diutarakan sang junior tidak begitu dipertimbangkan sehingga sistem ini amat besar kemungkinan subjektifitasnya. Untuk itu, ke depan diperlukan sistem penilaian tertutup seperti pada bidang tilawah, hafiz dan lainnya.  Jika penilaian sistem tertutup ini yang diterapkan, kejanggalan penilaian dari seorang hakim akan tampak jelas. Seorang hakim berbeda dalam penilaian bisa mengindikasikan kekurangan atau kelebihan ilmu pengetahuannya tentang seni lukis dan menulis indah huruf Alquran.  Jika memang berbeda nantinya, hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini bisa disidangkan oleh sesama hakim, dan kalau perlu dilanjutkan ke LPTQ untuk dicari siapa yang benar dan yang salah atau yang mungkin berlaku curang.  Hal ini dimaksudkan bukan untuk menghakimi si penilai tapi menentukan kualitas hakim penilai khat ke depan. Terlebih penting daripada itu adalah untuk menghindari saling fitnah di antara hakim penilai. 

        Harapannya, ke depan LPTQ jangan dengan mudah me-redlist (menggarismerah) seorang hakim penilai hanya karena mendengar kabar burung dari salah-seorang penilai atau dari orang-orang (pembisik yang tidak profesional, tidak kredibel dan tidak kapabel tentang menilai) sebelum menguji kebenaran berita tersebut. Jangan-jangan yang berbeda tersebut yang benar karena tidak mustahil ada beberapa penilai yang sudah dipesan oleh kafilah tertentu (dan ini sudah menjadi rahasia umum dalam MTQ selama ini). Selain itu, jika “si terdakwa” memang dinyatakan bersalah maka ia berhak diganti oleh hakim penilai lain pada MTQ tahun berikutnya. Tapi ingat, ini jika terbukti. Kalau tidak terbukti, dan sang hakim penilai diganti juga, itu namanya penzaliman. Maka tak ada hukuman yang pantas di dunia ini bagi para zalimin kecuali kutukan dari Tuhan.

         Pelaksanaan MTQ Pelalawan di Pulau Mendul sekali ini berjalan cukup sukses karena tidak tercium indikasi kecurangan, baik dari majelis hakim, dewan hakim, panitera maupun panitia. Kesuksesan ini perlu ditiru terutama bagi pelaksanaan MTQ Provinsi Riau di Rokan Hulu esok. (Maaf) jangan sampai kejadian seperti pada MTQ Tingkat Provinsi Riau di Bengkalis tahun lalu terulang kembali, di mana pemenang yang disepakati para majelis hakim MKQ ada yang berbeda dengan yang diumumkan saat penutupan. Hal ini terjadi pada salah-satu bidang dalam lomba Musabaqah Khat Alquran.  Saat itu, semua majelis hakim dan ketua majelis hakim khat terperangah mendengar pengumuman. Haa... siapa yang bermain? Tanya saja pada rumput yang bergoyang, kata saya meminjam lirik lagu Ebiet G Ade.*** 

Sumber : Riau Pos, 1 Juni 2013.