Showing posts with label Misrawati. Show all posts
Showing posts with label Misrawati. Show all posts
Oleh. Misrawati, S.Pd.I*
Misrawati adalah guru di SDN 001 Rengat, dan juara pertama pada M2IQ (Musabaqah Makalah Ilmiah Qur’an) mewakili Kabupaten Indragiri Hulu pada   MTQ tingkat Provinsi Riau Tahun 2012 di Bengkalis ***



 “At the first we make habits and at the last habits make us” (awalnya kita membentuk kebiasaan dan akhirnya kebiasaanlah yang membentuk diri kita).

Ungkapan ini mengandung pesan memotivasi kita membangun kebiasaan positif. Memang sulit mengawali sebuah kebiasaan. Dan, jauh lebih sulit, mempertahankannya. Termasuk, salah satunya, membiasakan diri bangun pagi.

Padahal, kebiasaan bangun pagi memiliki manfaat yang amat besar. Waktu pagi adalah kesempatan untuk menikmati udara segar yang belum tersentuh polusi. Momentum itu sangat tepat untuk menghirup sebanyak mungkin oksigen murni ke paru-paru. Pada saat itu sinar matahari memancar memberikan kesehatan karena mengandung vitamin D yang dapat menjadikan tubuh kita sehat dan kuat. Momentum indah inilah yang harus kita manfaatkan. Tetapi banyak orang  tidak mau memanfaatkannya. Mengapa?

Salah satu penyebab utama sulitnya bangun pagi adalah karena tidak memiliki keinginan untuk bangun pagi. Sedangkan tiadanya keinginan tersebut karena umumnya kita tidak menyadari betapa besarnya manfaat yang akan didapat apabila kita mau bangun pagi. Bila kita mengetahui besarnya manfaat bangun pagi, kita akan memiliki keinginan untuk meninggalkan kebiasaan jelek bangun di siang hari atau pun tidur setelah subuh.

Intinya, semua berawal dari keinginan. Bila keinginan bangun pagi sudah menancap kuat di hati, pasti mudah melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada keinginan sama sekali, maka akan sulit bagi kita untuk bangun pagi. Namun, apabila sudah terbentuk, kesulitan itu pun juga akan hilang justru kita akan merasa sulit untuk meninggalkannya. Mungkin dulu motivasinya karena takut dimarahi oleh orangtua. Dengan berjalannya waktu, motivasi itu bukan lagi karena rasa takut, tetapi karena sudah merasakan nikmatnya untuk bangun di pagi hari. Fakta, motivasi juga bisa menjadi sebab seseorang kesulitan untuk bangun pagi. Begitu juga halnya, apabila sejak kecil kita dibiasakan bangun pagi, maka kebiasaan itu akan membentuk diri kita. Akhirnya, kita pun memiliki kebiasaan bangun pagi. Kalau mau tidur lagi selesai shalat subuh, justru merasa tidak nyaman. Halnya, kebiasaan yang awalnya kita bentuk sudah membentuk diri kita.

Selanjutnya, ada sebuah ungkapan “salah satu ciri seorang pemenang adalah memiliki kebiasaan bangun di pagi hari. Mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang tidak akan datang dua kali sepanjang hidupnya”(Fadlan al-Ikhwani). Ungkapan ini memiliki makna sama apabila di suatu kompetisi dan juga perlombaan, 'the winner'  bukan selalu mereka yang melakukan suatu hal 'tercepat', tapi terkadang yang memulai lebih awallah yang mendapat suatu kemenangan. Nah, bangun lebih awal berarti memberi kita kesempatan untuk bergerak lebih dulu. Artinya kita dapat menggunakan kesempatan tersebut untuk menjadi lebih produktif atau lebih enerjik dibandingkan orang lain.

Ternyata bangun lebih pagi memiliki banyak manfaat. Mulai dari segi kesehatan, sosiologi  dan agama. Bagi kesehatan, menurut Dr. Muslim Nathin , bangun pagi juga dapat mengurangi kecenderungan terserang panyakit kardiovaskular atau gangguan jantung dan pembuluh darah. Kita mendapat kesempatan untuk menikmati udara segar yang belum tersentuh polusi, dimana momentum tersebut sangatlah tepat untuk memasukan sebanyak mungkin oksigen murni ke paru-paru dengan aktifitas olahraga. Apabila ditinjau dari segi sosiologi, dapat menjalin keakraban dengan tetangga yang sama-sama punya kebiasaan bangun pagi, ketika kita berolahraga atau ketika sholat subuh berjamaah di mesjid. Bertemu atau berkenalan dengan orang baru yang punya aktifitas atau bekerja di pagi hari, biasanya orang-orang yang berdagang di pasar. Sedangkan dari segi agama, Rasulullah bersabda: “berpagi- pagi itu barokah”. Sebab waktu itu jiwa, akal dan fisik kita belum letih, masih fresh, jadi sayang jika tidak digunakan sebaik-baiknya. Sebaik-baik waktu bekerja adalah di waktu pagi.

Mereka yang bangun di pagi hari, kemudian melaksanakan shalat subuh berjama’ah menjadi salah satu indikasi kokohnya iman. Menurut hadis Rasulullah bahwa shalat Isya dan shalat Subuh adalah shalat yang paling berat bagi orang munafik. Sebaliknya, bagi orang mukmin, shalat – shalat itu merupakan shalat istimewa. 

Dalam hal ini, ternyata Islam pun sudah mengatur pola tersebut. Apabila kita biasa bangun untuk shalat malam, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat subuh tepat waktu, maka kita sudah membentuk kebiasaan terpola. Apabila kita mengikuti aturan dan pola yang telah ditetapkan dengan melaksanakan shalat zhuhur, Ashar, Magrib, dan Isya secara tepat waktu dengan berjama’ah di mesjid, maka Islam akan membentuk kita menjadi manusia berdisiplin tinggi. Subhanallah.


 Ingin baca secara offline, Download tulisan ini :



Terima Kasih Telah Mengunjungi

PONDOK M2IQ RIAU


Oleh. Misrawati, S.Pd.I ***.

      Rasulullah saw pernah menjelaskan bahwa tubuh kita terdiri atas 360 ruas tulang yang harus disedekahi setiap harinya. Mendengar penjelasan beliau, para sahabat pun bertanya, “Siapa yang kuat melaksanakan itu, ya Rasulullah ?” Rasulullah saw menjawab, “Dahak yang ada di mesjid dan ditutupinya dengan tanah atau menyingkirkan sesuatu gangguan dari tengah (itu berarti sedekah). Maka sekiranya tidak mampu cukuplah diganti dengan mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

      Dalam keadaan tidak punya apa-apa, bagaimana mungkin kita bisa bersedekah kalau tidak ada dua rakaat shalat dhuha ?

      Apa yang akan kita lakukan bila tidak ada dua rakaat shalat dhuha ? Bagaimana mesti bersedekah untuk 360 ruas tulang yang kita miliki ? Hal ini memberatkan bila kita harus bersedekah sebanyak itu setiap harinya. Namun, Rasulullah SAW menawarkan solusi praktis untuk mengatasi itu semua, yaitu menggantinya dengan dua rakaat shalat dhuha.

    Shalat dhuha dikerjakan di pagi hari, setelah matahari bergeser dari terbitnya. Shalat dhuha memiliki rahasia yang menakjubkan dengan bertaburkan keutamaan. Seandainya orang-orang yang melupakannya itu mengetahui keutamaannya, pastilah mereka tidak akan pernah melewatkan untuk shalat dhuha.

       Ada beberapa keutamaan shalat dhuha/ shalat dua memiliki enam keutamaan enam shalat dhuha, di antaranya: (alternatif tawaran)

     Di antara keutamaan shalat dhuha pertama, sebagai pengganti sedekah. Sedekah merupakan ibadah yang bernilai pahala. 360 kali sedekah, berarti sebanyak itu pula kita mendapatkan pahala. Belum lagi bila Allah swt melipatgandakannya sesuai dengan janji-Nya. Bila 360 kali sedekah itu sudah bisa digantikan oleh dua rakaat shalat dhuha, betapa kaya para pelakunya. Siapa yang melakukan shalat dhuha dua rakaat disebut sebagai manusia paling kaya. Karena, setiap hari ia laksana bersedekah 360 kali. Siapa yang mampu bersedekah sebanyak itu kalau bukan orang kaya ?

     Kedua, dibangunkan istana dari emas. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa shalat dhuha 12 rakaat, maka Allah SWT akan membangunkan baginya istana dari emas di surga.” (HR Ibnu Majah).

     Ketiga, diampuni dosa-dosanya. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menjaga shalat dhuha, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR Ibnu Majah).

     Keempat, dicukupkan kebutuhan hidupnya. Dalam hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, rukuklah (shalatlah) karena Aku pada awal siang (shalat dhuha) empat rakaat, maka Aku akan mencukupi (kebutuhan)-mu sampai sore hari.” (HR Tirmidzi).

       Kelima, mendapat pahala setara ibadah haji dan umrah. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian duduk berzikir untuk Allah sampai matahari terbit kemudian (dilanjutkan dengan) mengerjakan shalat dhuha dua rakaat, aka baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya.” (HR Tirmidzi). (judul: berumroh di pagi hari).

      Keenam, masuk surga melalui pintu dhuha. Sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya di surga kelak terdapat pintu yang bernama adh-Dhuha, dan pada hari kiamat nanti akan terdengar panggilan, di manakah orang-orang yang melanggengkan shalat dhuha, ini adalah pintu kalian masuklah kalian dengan rahmat Allah SWT.” (HR Thabrani).

      Betapa menggiurkan keutamaan shalat dhuha itu. Oleh karena itu, sempatkanlah walau sekedar dua rakaat yang bisa kita lakukan. Hanya butuh waktu antara 5-10 menit. Misalnya, sebelum berangkat ke sekolah, ke kampus, atau pun ke tempat kerja. Apabila tidak memungkinkan, barangkali di sela-sela pekerjaan, bisa meminta izin untuk menunaikannya. 

     Dengan selalu menunaikan shalat dhuha, kita akan menjadi manusia paling kaya. Konsep manusia paling kaya ini akan menjadi sangat indah bila dimaknai secara sempurna. Manusia paling kaya bukanlah manusia yang banyak hartanya. Manusia paling kaya adalah manusia yang paling banyak sedekahnya.

Unduh tulisan ini dalam format PDF atau format word, klik dibawah



Oleh: Misrawati, S.Pd.I*

*Misrawati, S.Pd.I adalah Duta Riau pada MTQ Nasional cabang M2IQ (Musabaqah Menulis Ilmiah Qur’an) tahun 2012 di Ambon. Misrawati juga seorang guru di SDN 001 Rengat. Hobi: membaca dan menulis.

Misrawati, S.Pd.I Lahir di Rengat, 29 Juli 1988, Alamat, Jl. Hanglekir Gg. Cempaka Putih No. 01 Rengat. No. Hp. 0853 64260909.

     Seorang penyair besar Ahmad Syauqi Bey mengemukakan bahwa: “kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”.

    Secara eksplisit Ahmad Syauqi Bey tengah mengingatkan kita tentang pentingnya akhlak bagi suatu bangsa. Apabila suatu bangsa itu telah rusak, maka hal ini juga akan mempengaruhi akhlak generasi-generasi mendatang. Lebih parah lagi, kalau rusaknya akhlak tersebut tidak segera mendapat perhatian atau usaha untuk mengendalikan dan memperbaikinya. Bagaimanapun akhlak dan perilaku suatu generasi itu akan sangat menentukan terhadap akhlak dan perilaku umat-umat sesudahnya.

    Oleh karena itu, program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha kita saat ini ialah pembinaan akhlak karimah.  Akhlak karimah merupakan akhlak yang terpuji. Akhlak karimah akan terpatri dengan baik apabila dilakukan sejak dini. Ibarat mengukir di atas batu, meski sulit dilakukan, ia akan tertoreh dengan jelas dan kuat. Penanaman akhlak memang tidak bisa  dilakukan secara instans. Seperti meletakkan fondasi sebuah bangunan, ia harus diprioritaskan lebih awal. Bukan malah memasang gentingnya terlebih dahulu.

    Saat ini keterlambatan pendidikan akhlak bukan saja dapat mempersulit pembentukan perilaku karimah pada tahap selanjutnya, tetapi juga akan berakibat fatal pada pemeliharaan suatu generasi. Dan kegagalan penataan akhlak sejak dini dapat menumbuhsuburkan musibah dekadensi moral yang saat ini banyak menghantui masyarakat. Beberapa kasus yang memperlihatkan perilaku tidak senonoh dan seronok yang kerap ditayangkan berbagai media massa, misalnya, merupakan potret suram telah gagalnya proses penanaman akhlak di kalangan anak bangsa.

      Padahal, tradisi agama sebetulnya telah mengajarkan pentingnya pembentukan akhlak sejak usia yang amat dini. Dalam khazanah kebudayaan masyarakat Melayu Riau, dikenal adanya tradisi yang dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak bagi anak, yaitu budaya nandung. Budaya ini merupakan budaya melayu Riau, yang berupa untaian pantun yang berisi unsur dakwah atau tunjuk ajar yang sangat dikenal. Karena diperuntukkan bagi pewarisan nilai – nilai luhur kepada bayi sejak dini.

     Nandung sendiri pada masa awal perkembangannya di kalangan masyarakat Melayu Riau hanyalah berupa nyanyian yang sangat sederhana, terdiri dari kalimat tahlil (La Ilaha Illallah . . .) dan kalimat rayuan agar anak segera tidur.

     Susunan kalimat dalam nandung terdiri dari empat baris, dua baris pertama berupa sampiran sedang dua baris terakhir berupa isi dengan rima akhir a, b ; a, b. Namun demikian ada juga sebagian nandung yang tidak terikat dengan rima akhir (ab – ab) (Ahmad Darmawi, 2006: 19).

     Isi dua baris terakhir pada nandung mempunyai muatan kalimah thayyibah berupa nasehat, pengajaran, atau untaian kalimat mutiara hikmah yang bersumber dari petatah-petitih budaya setempat. Ungkapan, petuah, dan pribahasa ini biasanya disampaikan oleh kaum perempuan ketika menidurkan anak kecil dalam buaian, gendongan atau pangkuan.

     Di Provinsi Riau khususnya Indragiri Hulu, keberadaan nandung yang semula masih sangat sederhana itu kemudian berkembang dengan masuknya unsur pantun yang berisi rayuan agar anak segera tidur.

     Dalam perkembangan lebih lanjut, isi pantun ini kemudian dipilih dan dipadatkan dengan kalimat-kalimat yang mengandung pengajaran dan nasehat, diselingi dengan tahlil antara tiap bait dan dinyanyikan dengan irama yang menyerupai irama syair. Contoh syair nandung: Laa Ilaaha Illallaah. Allahlailah lahaillallah. Nabi Muhammad nak sayang, pesuroh Allah. Nandunglah dinandung ke pantainye nandi. Orang begajah nak sayang, due beranak (Bahtaram. IB, 2004: 30).

      Dalam tiap bait-bait nandung di atas, jelas bahwa budaya nandung mengandung nilai-nilai Islami dalam pembentukan akhlak karimah anak bangsa. Muatan penanaman nilai-nilai tauhid dan aqidah yang tercantum dalam bait nandung benar, secara eksplisit mengingatkan kita bahwa pentingnya membuka kehidupan anak dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Hal ini juga ditegaskan dengan sabda Nabi saw: “Dari Ibnu Abbas ra dari Nabi saw bersabda: “Bacakanlah kepada anak-anak kamu kalimat pertama dengan Laa Ilaaha Illallaah” (HR. Al-Hakim). 

      Apabila nandung ini dilantunkan kepada anak sejak dini akan memberikan kesan yang mendalam. Karena bait tiap bait disampaikan dengan perasaan yang mendalam, sehingga anak yang mendengar akan merekam dalam pikirannya. Pada gilirannya suatu kelak untaian kata yang sering didengar sewaktu kecil akan senantiasa terngiang dalam benaknya ketika ia menginjak dewasa.

     Melalui budaya nandung inilah yang diekspresikan dalam bentuk nasehat-nasehat dan ajaran-ajaran, seseorang dapat menanamkan nilai-nilai agama yang diperlukan dalam mendidik anak. Nilai-nilai kebudayaan yang dikemas dalam bacaan nandung memberikan wawasan dan cara pandang yang mengarah pada proses pendidikan untuk menjadikan anak yang sholeh dan sholeha.

     Selanjutnya, dalam konteks pembentukan akhlak anak, budaya nandung ini juga menawarkan sebuah alternatif. Syair-syairnya berisi nasehat-nasehat yang dirangkai dalam sebuah nyanyian yang digunakan sebagai pengantar tidur bagi anak. Karena itu budaya ini perlu direvitalisasi terutama untuk menghidupkan kembali substansi nilai-nilai yang terkandung didalamnya. ***

Unduh tulisan ini dalam format PDF dan Word klik tombok unduh di bawah :



Pondok M2IQ Riau