Tauhid dan Pencegahan Korupsi


Oleh: Ali M Hassan Palawa

Penulis adalah Mahasiswa S3 Sekolah Pasca-sarjana UIN Jakarta, dan salah seorang Pembina Pondok M2IQ Riau.
       Proses  pemurnian kepercayaan kepada Allah, tidak berhenti hanya pada  Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah, tetapi harus pla diikuti dengan Tauhid Husuniyyah. Artinya, setelah seorang mengakui bahwa Allah satu-satunya Wujud yang mencipta/ memelihara; dan bahwa Allah satu-satunya Wujud yang harus disembah, maka seseorang harus meneruskan pada sebuah kesadaran tauhid bahwa Allah adalah satu-satu Wujud Yang Terbaik dan Pengawas serta senantiasa hadir agar manusia berbuat (juga) yang terbaik.

       Dewasa ini, tidak sulit melihat dengan kasat mata ada orang yang saleh secara individul dengan indikasi, misalnya, rajin salat lima waktu, menunaikan ibadah haji ke Makkah sampai dua-tiga kali, serta umrah saban waktu dikehendakinya. Adalah benar bahwa ibadah umrah, haji dan terutama salat sebagai wujud nyata pengejawantahan yang paling representatif dari Tauhid Uluhiyyah. Akan  tetapi, ia tidak memaknai ibadah-ibadah tersebut sebagai kesalehan pribadi yang mempunyai implikasi kesalehan sosial, sehingga salatnya tidak fungsional, yaitu tidak dapat mencegahnya untuk berbuat keji dan jahat terhadap sesama manusia dan ciptaan Allah lainnya, seperti alam dan lingkungannya.

     Makanya, tidak mengherankan kalau ada orang begitu ”kelihatan” saleh secara individual sewaktu di masjid —salatnya begitu khusyuk, berdoa dengan raja‘ wa khawf  (harap dan cemas kepada Allah). Atau sewaktu di Haramayn —Makkah dan Madinah— seluruh rangkaian ibadah haji/ umrahnya begitu dekat sama Allah, doanya disertai cucuran air mata karena menyesal atas dosa-dosanya. Namun, setelah pulang dari salat atau pulang dari haji atau umrah, “Allah” ditinggal dalam masjid atau di Kakbah. Artinya, ia tidak lagi memiliki Tauhid Husuniyyah, yaitu Allah tidak mengawasinya lagi, dan Allah tidak lagi hadir dalam dirinya. Sehingga, matanya menjadi “hijau” kalau melihat uang rakyat. Karena tidak bisa dikorupsi secara langsung —kalau itu dilakukanya secara langsung juga, lalu apa bedanya ia dengan perampok—, kemudian ia rekayasalah sedemikian rupa sehingga uang rakyat itu “sah” menjadi miliknya.

     Seandainya, sekali lagi, ini seandainya orang tersebut tidak “meninggalkan” Allah di dalam masjid atau Kakbah di Makkah, tentu ia selalu merasa diawasi dan Allah senantiasa hadir kapan, dimanapun serta bagaimanapun dalam dirinya. Sehingga, misalnya, kalau  mau menyuap ia akan mengurungkan niatnya karena Allah mengawasinya. Atau kalau akan disuap ia akan menolak karena Allah selalu hadir dalam hidupnya. Kalau mau mengambil kebijakan/keputusan yang merugikan masyarakat, ia mengurungkan niatnya. Sayangnya, ini hanya pengandaian dan kalau hanya terus menjadi mengandaian, maka pencegahan korupsi tinggal angan-angan yang absurd dan utopis.

    Ironisnya lagi, lambat laun, orang semacam ini hatinya tidak lagi memancarkan “cahaya” hatinya tidak lagi “nurani” bersifat cahaya-terang, tetapi sudah “zulmani” bersifat gelap gulita. Dengan begitu,  ia tidak dapat lagi melihat kejahatan yang dilakukannya sebagai kejahatan. Malahan, kejahatan yang dilakukannya sudah dilihatnya seolah-olah menjadi ”baik” dan ”halal”. Termasuk kejahatan uang hasil korupsi yang ia sumbangan ke masjid-masjid baginya “baik-baik” saja; atau uang hasil korupsi yang dipergunkan naik haji dan umrah berulang-ulang kali setiap kali ini diinginkannya, itu pun buat dirinya “halal-halal” saja.

    Padahal, hakikat tujuan ibadah mahdah, terutama salat adalah agar manusia menjadi baik dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Inna al-shalah tanha ‘an al-fahshai wa al-munkar. (QS al-Ankabut: 45), termasuk tentunya dari kejahatan korupsi. Bahkan bagi orang yang salat sekalipun, tetapi tidak memiliki Tauhid Husuniyyah, justru ia menjadi orang yang celaka. ”Maka celakalah orang yang salat, yaitu orang-orang lalai terhadap salatnya, yang berbuat ria, dan enggan memberikan bantuan”. (QS Al-Ma‘un. 4-7).

    Seseorang yang tidak memililki Tauhid Husuniyyah pada satu sisi boleh saja (kelihatan) khusuk dalam salatnya, tetapi pada sisi lain, rakus korupsi. Meskipun segera harus ditambahkan, bahwa “khusuk dalam salat di sini bukan dalam  makna sebenarnya (hakiki), tetapi dalam makna artifisial, sekadar di permukaan dengan motivasi ingin pamer, riya atau  ingin dilihat orang lain. Sedemikian berbahaya penyakit hati ini bagi keintregralan harkat dan martabat kemanusiaan, sampai-sampai Nabi menyatakan: “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu sekalaian ialah syirik kecil, yaitu riya”.

     Begitu pula, seseorang yang tidak mempunyai kesadaran Tauhid Husuniyyah, kalaupun ia berbuat kebaikan, misalnya memberikan derma kepada orang lain, dapat dipastikan tidak ada keikhlasan dalam perbuatannya itu, sebab bukan Allah yang menjadi motivasi dan orientasinya. Ketika akan berderma, misalnya, ia mengundang publik agar semua orang mengenalnya sebagai seorang dermawan. Sifat kedermawannya itu hanya akan muncul pada waktu-waktu tertentu, seperti kalau ada pemilihan legislatif atau momen lain.

     Dalam ajaran Islam, berbuat baik, misalnya berderma/ bersedakah, meskipun tidak akan batal karena disampaikan (diumumkan) kepada orang banyak secara wajar, akan lebih baik apabila dilakukan secara diam-diam. (Al-Baqarah: 271). Untuk itu, seseorang yang beriman, dalam segala amal ibadahnya, ia hanya terdorong untuk meraih rido atau “wajah” Allah. (Al-Baqarah: 272; dan Al-Insan: 9). Konsekwensi logisnya, manusia yang memiliki keyakinan Tauhid Husuniyyah tidak lagi berada pada tataran meminjam term dalam tasawuf  Takhalli, yaitu mengosongkan dirinya dari perbuatan buruk dan  keji (munkar dan fahsha), tetapi sudah berada pada tataran Tahalli, yaitu mengisi dirinya dengan perbuatan baik dan terpuji (Al-ma‘ruf dan Al-khayr). Akhirnya, manusia yang memiliki keyakinan  Tauhid Husuniyyah berada pada tataran Tajalli. Yaitu tersingkapnya tabir rahasia antara dirinya dengan Allah dalam radiyah-mardiyyah.  Wa Allah ‘alam bi al-Sawab.***


Syukron, Anda telah mengunjungi 

PONDOK M2IQ RIAU


Donwload artikel ini




0 komentar:

Post a Comment