Ghibah Politik

Oleh : Susanto Al-Yamin
* Penulis adalah Pimpinan Pondok M2IQ Riau


Tak lama lagi rakyat Indonesia akan mengadakan pesta demokrasi. Pemilihan presiden Republik Indonesia masa bakti 2014-2019 akan digelar pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang. Ada dua pasangan capres dan cawapres yang akan dipilih langsung oleh rakyat pada Pemilu Presiden tahun ini, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Masing-masing tim sukses sudah gencar memperkenalkan sosok capres dan cawapres jagoan mereka. Berbagai kelebihan capres-cawapres dan keunggulan programnya pun telah disampaikan untuk menarik simpati pemilih.

Namun sayang, sebagaimana diberitakan di beberapa media, demi menjatuhkan lawan politik, terdapat kampanye hitam yang diduga dilancarkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab terhadap masing-masing capres-cawapres. Bentuk kampanye hitam tersebut sangat bervariasi, mulai dari masalah HAM, nasionalisme, SARA, dan bahkan tentang kadar ketaatan beragama dari capres atau cawapres. Lebih riskan lagi, kampanye hitam tersebut sudah sampai pada sikap saling mengkafirkan.

Kapanye hitam semacam ini merupakan istilah lain dari ghibah. Ghibah dalam berpolitik. Dalam Islam, ghibah dimaknai dengan menceritakan tentang hal ihwal orang lain yang membuatnya tidak suka. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian apa itu ghibah?”, mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Beliau bersabda, “yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka”. Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ceritakan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahi-nya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah membuat kebohongan atasnya”. (HR. Muslim bab Tahrim al-Ghibah).

Ghibah merupakan perbuatan keji yang tidak dirihai oleh Allah Swt. Pelaku ghibah diumpamakan bagaikan manusia pemakan daging saudaranya. Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan (ghibah) satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (Q.S. Al-Hujarat/49: 12).

Imam al-Baihaqi pernah meriwayatkan sebuah hadis bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu melakukan pergunjingan, karena pergunjingan itu lebih berat dari perzinaan. Karena, jika seseorang yang berzina kemudian bertobat maka Allah mengampuninya. Sedangkan penggunjing tidak akan diampuni Allah, sebelum orang yang digunjingkan itu memaafkannya”.

Selain itu, ghibah juga dapat mengundang siksa kubur. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan imam Ahmad, diceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW berjalan melewati dua kuburan, beliau mendengar suara manusia yang sedang diazab. Rasulpun menjelaskan bahwa salah satu penyebab penghuni kubur tersebut diazab adalah kerena ghibah.

Alangkah beratnya siksa yang akan dialami oleh para pelaku ghibah. Betapapun dia bertobat kepada Allah, pintu pengampunan tidak akan terbuka, kecuali dia datang dan bersungguh-sungguh meminta maaf kepada orang yang di-ghibahi itu. Tidakkah kita takut pada siksaan Allah SWT? Bagaimana bila orang yang dighibahi itu tidak bersedia memaafkannya? Jangan sampai hal ini terjadi.

Betapa besarnya dosa yang disebabkan oleh ulah lidah, menggosip (ghibah) dan mencela atau mencaci orang lain. Betapapun rajin kita beribadah di hadapan Allah Swt, maka ibadah kita tidak akan sempurna, selama lidah kita menggosip (ghibah) dan menyakiti orang lain. Bukankah Rasulullah Saw pernah menyampaikan bahwa seorang muslim yang baik itu adalah mereka yang membuat orang lain selamat dari bahaya lisan dan tangannya.

Muadz bin Jabbal pernah bertanya pada Rasulullah SAW, “Apakah kita akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang kita ucapkan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hai Ibnu Jabbal, tidaklah manusia-manusia itu akan ditelungkupkan dengan hidungnya terlebih dahulu di neraka, melainkan karena apa yang dilakukan oleh lidahnya” (HR. al-Hakim).

Saat ini, ghibah seolah telah menjadi hal biasa. Ghibah seolah menjadi menu pokok yang disuguhkan media kepada masyarakat. Wajar jika kemudian ghibah telah menjadi tontonan yang mampu mengangkat rating tayangan televisi. Dalam dunia politik, ghibah merupakan senjata yang paling ampuh untuk mehancurkan harga diri, popularitas, dan reputasi lawan politiknya. Ghibah sangat marak terjadi dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Bahkan ghibah telah menjalar hingga ke akar rumput perpolitikan negeri ini. Banyak sekali materi politik yang ditampilkan melalui media baik elektronik, cetak maupun televisi yang mengandung unsur ghibah atau menjelekkan lawan ataupun orang yang berseberangan dengan pandangan politiknya. Sehingga wajar jika kemudian banyak terjadi sengketa, permusuhan, dan perkelahian dalam pesta demokrasi di negeri ini.

Inilah potret panggung politik di negeri tercinta ini. hanya kekurangan dan keburukan orang lain saja yang banyak ditampilkan demi mengundang simpati pemilih. Sungguh lebih arif dan bijak bila mereka berkata apa adanya tentang capres-cawapres mereka dan mengedepankan pandangan politik terkait pembangunan dan kemajuan bangsa serta rakyat yang akan dipimpinnya, daripada harus sibuk mencari dan membeberkan (meng-ghibah) kekurangan dan aib capres-cawapres lainnya.

Karena itu, marilah kita tampilkan sikap politik yang santun dan jujur. Lebih fokus menyusun dan melaksanakan program strategis untuk pembangunan bangsa ini. Hentikan segala bentuk ghibah politik (kampanye hitam). Sungguh tidak ada manfaatnya mengumbar aib dan keburukan orang lain. Kalaupun pelaku ghibah menang, itu hanyalah kemenangan semu dan sementara. Karena kebenaran pasti menang, dan kebohongan akan terungkap. Semoga Allah Swt melindungi dan memelihara kita dari ghibah dan memberikan pemimpin terbaik untuk negeri ini demi terwujudnya baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga.***

Riau Pos, Rabu, 11 Juni 2014.


0 komentar:

Post a Comment